Friday, August 29, 2008

BBM Naik, Kita Setengah Sinting

Satu saat, seorang kawan berujar agak menggelikan ketika menyimak berita Liputan 6. Kurang lebih ia berkata seperti ini, "berita Indonesia kok isinya gitu-gitu aja, semua tentang kerusakan dan kejelekkan, nggak ada yang bener". Lantas saya menanyakan, bagaimana sih berita yang bener menurutnya? "Sekali-kali kek isinya tentang orang-orang kaya, wisata ke luar negri, yang baik-baik lah pokoknya," jawabnya.

Akhir-akhir ini media tanah air gencar-gencarnya menyorot kenaikan BBM. Mencakup sikap rakyat, pergerakan mahasiswa, dan sikap anggota DPR. Media benar. Kenaikan harga BBM memang kebijakan yang anti rakyat. Seandainya saya di tanah air, barangkali juga akan merasa demikian. Akan merasa sangat geram bahkan. Namun, kegeraman ini tak begitu membuncah saat ini. Buktinya, sampai sekarang saya belum melakukan tindakan apa pun. Kenapa demikian? Apakah ini karena lingkungan saya, yang tak begitu ambil pusing tentang hal ini? Atau malahan memang tidak tahu informasi. Entah.

Alasan kenapa kalangan Masisir tak begitu ambil pusing, menurut saya beragam. Bisa jadi, karena harga minyak di Mesir relatif lebih murah. Jadi belum merasakan dampaknya secara langsung, setelah kenaikan harga BBM ini. Memang iyah, ongkos transportasi sekarang juga pada naik. Tapi tak sampai 100 % seperti di tanah air. Selain itu, disini kita hanya sebagai pengguna jasa angkot. Jarang dari kita, yang tiap hari melakukan transaksi untuk mendapatkan minyak.

Alasan lain mungkin karena tuntutan akademik. Saya sendiri sebetulnya lebih senang mengartikannya sebagai tuntutan untuk mempertahankan hidup. Sebab mayoritas dari Masisir adalah pelajar. Apa pun aktifitasnya selama disini. Baik bercorak akademik atau tidak. Saya kira niat awalnya adalah belajar. Coba anda lihat sebagian kawan kita, yang ambil shift untuk kerja sambilan. Mereka bekerja, tapi mereka juga mengikuti ujian. Maksud saya, mereka bekerja untuk bertahan hidup, hingga akhirnya bisa tetap kuliah. Sebab itulah informasi yang menyangkut kesejahteraan rakyat –misal kenaikan BBM—dianggap seperti angin saja. Tidak diperhatikan.

Sebetulnya, kalau kita mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, itu sudah baik menurut saya. Dari pada tidak tahu sama sekali. Setelah tahu, barulah kita bisa mengambil sikap. Entah dengan diam saja, atau melakukan demonstrasi yang berakhir dengan kerusuhan, seperti dilakukan para aktifis tanah air. Entah dengan apapun, saya rasa paling tidak kita harus mengambil sikap. Misalnya, paling tidak kita sampaikanlah aspirasi pada pemerintah.

Mungkin ada baiknya kalau kita diskusikan duduk perkaranya, sebelum kita sampaikan pendapat kita. Tentunya lewat berbagai media. Kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak, dianggap sebagian kalangan sebagai tindakan yang inkonstitusional (melanggar Undang-Undang). Kenapa? Baik, mencermati kerumitan hal ini, ada baiknya kalau kita mengurai sejarah. Tahun 1998 pernah terdapat Letter of Intent/LoI (baca: Nota Kesepahaman) antara pemerintah dengan IMF yang mensepakati adanya penyesuaian harga BBM dalam negeri untuk diserahkan ke dalam mekanisme pasar dunia. Itu adalah salah satu alasan pemerintah tetap menaikkan harga BBM.

Seiring pergantian rezim, perjanjian itu sebetulnya juga telah dipatahkan, oleh sidang Mahkamah Agung. Jadi, jelas lah disini bahwasannya kenaikan BBM, adalah kebijakan yang inkonstitusional. Lalu, buat apa dibuatkan Undang-Undang kalau hanya untuk dilanggar. Bukankah itu berarti sistem pemerintah yang sinting? Entah.
Jangan tanya deh bagaimana cara menyampaikan aspirasi tersebut. Saya rasa kawan-kawan Masisir tidak gaptek, alias gagap teknologi. Aspirasi bisa kita sampaikan lewat budaya nge-blog, menulis artikel di media masa, dan dialog umum. Bisa juga, sebagai institusi tertentu, kita layangkan press release, sebagai pernyataan sikap terhadap kenaikan BBM. Mengingat, kedudukan kita sebagai intelektual progresif, yang akan berada di garda depan dalam tiap gerakan perubahan.

Di tanah air, demonstrasi berlangsung sampai terjadi kerusuhan dengan aparat. Kejadian ini pun tak mampu menjamin, pemerintah bakal mencabut kebijakannya, untuk menaikan harga bahan bakar minyak. Apalagi hanya dengan hanya mengemukakan opini publik, yang belum pasti ditanggapi masyarakat, apalagi pemerintah. Kan percuma? Ooo tunggu dulu. Bukan masalah percuma atau tidaknya yang saya maksud. Tapi adalah wibawa organisasi. Paling tidak, atas nama Masisir kita keluar suara dan berani menyatakan sikap.
Maaf, bukannya saya sok nasionalis lo yah. Tapi sebagai warga Negara, saya kok nggak tega dengan keadaan masyarakat sekarang. Bagaimana tidak? Tiap hari ada rakyat mati kelaparan, ada yang butuh berobat, ada yang rumahnya digusur, BBM pun pakai dinaikkan segala. Bisa-bisa rakyat jadi sinting, akibat kebijakan yang super sinting. Tapi apa baiknya saudara? Kita masih setengah sinting kok. Lihat saja. Kita tidak begitu ambil pusing.
(Nasruli Chusna)

0 comments:


Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Supported by ArchiThings.Powered by Blogger